KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 3.1 GURU PENGGERAK
BAHRODIN, M.Pd.I
CGP 1O A KABUPATEN
MALANG
Bagaimana pandangan Ki Hajar Dewantara dengan filosofi Pratap Triloka memiliki pengaruh terhadap bagaimana sebuah pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin pembelajaran diambil?
Menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan pendidikan menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak agar mereka dapat mencapai keselamatan hidup dan kebahagiaan setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun anggota masyarakat sehingga pendidikan harus mengahamba pada anak dan memerdekan anak. Pratap Triloka adalah konsep pendidikan Indonesia yang lahir dari pemikiran Ki Hajar Dewantara.
Pratap Triloka memiliki 3 unsur penting, yaitu:
(1) Ing Ngarso Sung Tulodho (di depan memberi teladan),
(2) Ing Madyo Mangun Karso (di tengah membangun semangat, niat dan kemauan),
(3) Tut Wuri Handayani (di belakang memberikan dorongan).
Menurut pemikiran Ki Hajar Dewantara mengenai filosiofi
Pratap Triloka, seorang pendidik yang baik hendaknya harus mengetahui bagaimana
cara mengajar, memahami karakter peserta didik dan mengerti tujuan pengajaran.
Sehingga anak memiliki pengetahuan baik secara intelektual maupun budi pekerti
serta semangat membangun bangsa. Untuk itulah pengaruh Pratap Triloka tersebut
menjadi pedoman penting bagi seorang pendidik untuk menjalankan nilai dan
perannya dengan sistem “among” dalam mengambil sebuah keputusan sebagai
pemimpin pembelajaran yang dapat menuntun tumbuhnya hidup anak secara lahir dan
batin menurut kodratnya sendiri. Pendidikan yang ideal bagi anak adalah
pendidikan yang membebaskan, tanpa paksaan, yang membawa anak agar memiliki
jiwa merdeka. Berdasarkan hal tersebut, sebagai pemimpin pembelajaran, di dalam
mengambil sebuah keputusan seorang guru harus selalu menyelaraskan dengan visi
dan misi yang telah disusun dan disepakati bersama, agar apa yang diputuskan
menjadi jelas dan terarah serta berpihak pada murid demi terwujudnya Merdeka
Belajar.
Bagaimana nilai-nilai yang
tertanam dalam diri kita, berpengaruh kepada prinsip-prinsip yang kita ambil
dalam pengambilan suatu keputusan? Dalam proses menuntun anak sebagai pendidik
kita sebaiknya memberi kebebasan pada anak untuk menuntun dan mengarahkan
mereka agar anak tidak kehilangan arah dan membahayakan dirinya.Nilai dan peran
guru sebagai pamong sangat dibutuhkan untuk menuntun anak menemukan
kemerdekaan. Dalam mengambil keputusan yang tepat dan bertanggung jawab,
sebagai seorang pemimpin pembelajaran tentu kita pernah mengalami bujukan
moral atau dilema etika baik saat mengambil sebuah
keputusan ketika berhadapan pada kasus yang terjadi pada murid atau rekan sejawat
kita di sekolah. Apa yang dimaksud bujukan moral dan apa dilema etika?
Ø Bujukan moral (benar vs salah) adalah suatu
situasi yang terjadi situasi yang terjadi ketika seseorang harus membuat
keputusan antara benar atau salah, dimana melakukan hal yang salah walaupun
untuk alasan yang baik tetap saja salah.
Ø Dilema
etika (benar vs benar) adalah suatu situasi yang terjadi ketika
seseorang harus memilih antara dua pilihan dimana kedua pilihan secara moral
benar tetapi bertentangan.
Bagaimana kegiatan terbimbing yang kita lakukan pada materi pengambilan keputusan berkaitan dengan kegiatan ‘coaching’ (bimbingan) yang diberikan pendamping atau fasilitator dalam perjalanan proses pembelajaran kita, terutama dalam pengujian pengambilan keputusan yang telah kita ambil. Apakah pengambilan keputusan tersebut telah efektif, masihkah ada pertanyaan-pertanyaan dalam diri kita atas pengambilan keputusan tersebut. Hal-hal ini tentunya bisa dibantu oleh sesi ‘coaching’ yang telah dibahas pada modul 2 sebelumnya.
Guru sebagai pemimpin
pembelajaran hendaknya dapat memahami karakter belajar siswa dan mengetahui
kondisi sosial emosional mereka di dalam pengambilan keputusan yang
memerdekakan murid. Kegiatan “coaching”sangat berguna dalam menguji efektivitas
dari pengambilan sebuah keputusan , dengan memberikan arahan dan tuntunan
kepada siswa agar mereka dapat menyelesaikan sendiri persoalan yang mereka
hadapi.
Pendekatan coaching dimana, sebagai seorang coach, guru memberi pertanyaan pemantik yang akan dijawab oleh siswa dengan mengidentifikasi apa yang paling dibutuhkan saat ini untuk menyelesaikan sendiri setiap persoalan yang dialaminya terutama yang merupakan dilema baginya. dan bagi siswa, sebagai seorang coachee dapat menyelesaikan permasalahannya dengan potensi yang dimilikinya melalui tuntunan dan arahan yang diberikan oleh guru sebagai coach. Melalui kegiatan coaching ini dapat terjalin komunikasi yang baik dan hubungan yang erat antara coach dan coachee. Hal ini dapat mendukung proses pembelajaran yang memerdekakan murid demi terwujudnya profil belajar Pancasila bagi siswa
Bagaimana pembahasan studi
kasus yang fokus pada masalah moral atau etika kembali kepada nilai-nilai yang
dianut seorang pendidik.
Di dalam
pembahasan pengambilan keputusan tersebut, seorang pendidik diharapkan mampu
menentukan situasi apakah dari persoalan yang sedang dihadapi apakah merupakan
bujukan moral atau dilema etika. Nilai-nilai dari pengambilan keputusan
tersebut didasari nilai – nilai kebajikan yang bertentangan seperti cinta dan
kasih sayang .Sebagai pemimpin pembelajaran dalam menuntun siswa untuk
mengembangkan potensi yang dimiliki dengan segala cara untuk mengambil suatu
keputusan ke arah yang lebih baik. Keputusan yang diambil merupakan keputusan
yang bertanggung jawab.
Bagaimana
pengambilan keputusan yang tepat, tentunya berdampak pada terciptanya
lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman Pengambilan keputusan yang tepat
tentunya akan berdampak positif, aman dan nyaman apabila kita dapat
menyesuaikannya dengan situasi pada saat pengambilan keputusan tersebut apakah
merupakan bujukan moral atau dilema etika. Jika keputusan yang diambil
merupakan situasi bujukan moral, maka guru sebagai pemimpin pembelajaran tetap
mengedepankan bahwa melakukan hal yang salah walaupun untuk alasan yang baik
tetap saja salah. Namun jika keputusan tersebut merupakan situasi dilema etika
maka sebagai pemimpin pembelajaran dapat mengedepankan nilai-nilai kebajikan
dari dilema tersebut. Diharapkan dalam pengambilan keputusan tersebut guru
sebagai pemimpin pembelajaran mampu menciptakan lingkungan yang positif,
kondusif, aman dan nyaman baik di lingkungan sekolah maupun sekitarnya. Selanjutnya,
apakah kesulitan-kesulitan di lingkungan Anda yang sulit dilaksanakan untuk
menjalankan pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus dilema etika ini? Apakah
ini kembali ke masalah perubahan paradigma di lingkungan Anda? Sebagai
pemimpin pembelajaran dalam pengambilan suatu keputusan tentu kita tidak akan
luput dari dilema etika dan bujukan moral. Hal tersebut dikarenakan kodrat kita
sebagai mahluk sosial. Dilema etika merupakan kondisional, yaitu antara
benar-benar memegang aturan demi suatu keadilan. Namun terkadang kita susah
membedakan mana yang merupakan dilema etika dan bujukan moral, misalnya saja
kasus berbohong yang sudah pasti merupakan tindakan salah, walaupun untuk
alasan yang baik tetap saja hal tersebut merupakan kesalahan.
Di dalam situasi dilema etika,
ada 4 (empat) paradigma yang perlu diperhatikan dalam mengambil suatu
keputusan, yaitu :
1. Individu lawan masyarakat
(individual vs community)
Dilema individu melawan
masyarakat adalah bagaimana membuat pilihan antara apa yang benar untuk satu
orang atau kelompok kecil, dan apa yang benar untuk yang lain, kelompok yang
lebih besar. Individu disini tidak selalu berarti “satu orang”, melainkan dapat
juga merupakan kelompok kecil yang dalam hubungannya dengan kelompok yang lebih
besar
2. Rasa keadilan lawan rasa
kasihan (justice vs mercy)
Dalam paradigma ini ada pilihan
antara mengikuti aturan tertulis atau tidak mengikuti aturan sepenuhnya.
Pilihan yang ada adalah memilih antara keadilan dan perlakuan yang sama bagi
semua orang di satu sisi, dan membuat pengecualian karena kemurahan hati dan
kasih sayang, di sisi lain. Kadang memang benar untuk memegang peraturan, tapi
terkadang membuat pengecualian dengan rasa kasihan juga merupakan tindakan yang
benar
3. Kebenaran lawan kesetiaan
(truth vs loyalty)
Kejujuran dan kesetiaan
seringkali menjadi nilai-nilai yang bertentangan dalam situasi dilema etika.
Kadang kita perlu untuk membuat pilihan antara berlaku jujur dan berlaku setia
(atau bertanggung jawab) kepada orang lain. Apakah kita akan jujur menyampaikan
informasi berdasarkan fakta atau kita menjunjung nilai kesetiaan pada profesi,
kelompok tertentu, atau komitmen yang telah dibuat sebelumnya
4. Jangka pendek lawan
jangka panjang (short term vs long term)
Paradigma
ini paling sering terjadi dan mudah diamati. Kadang perlu untuk memilih antara
yang kelihatannya terbaik untuk saat ini dan yang terbaik untuk masa yang akan
datang. Paradigma ini bisa terjadi di level personal dan permasalahan
sehari-hari, atau pada level yang lebih luas
Adapun terdapat 3 (tiga)
prinsip yang mendasari dalam pengambilan keputusan tersebut, yaitu :
1. Berpikir Berbasis Hasil
Akhir (End-Based Thinking)
Prinsip berpikir berbasis hasil
akhir ini senantiasa mengukur atau menguji konsekuensi dari suatu keputusan
dengan memperkirakan hasil yang akan diharapkan yang bisa memberikan
kebahagiaan terbaik untuk orang terbanyak. Prinsip moral berpatokan pada
kepentingan institusi dan bukan pada kepentingan individu.
2. Berpikir Berbasis
Peraturan (Rule Based Thinking)
Prinsip berpikir berbasis
peraturan ini tidak berpusat pada konsekuensi atau hasil akhir namun berpatokan
kepada apa yang menjadi tugas dan kewajiban yang harus dilakukan.
3. Berpikir Rasa Peduli (Care
Based Thinking)
Prinsip berpikir rasa peduli
ini banyak melibatkan empati seseorang terhadap pihak lain.
Selain itu, terdapat 9
(sembilan) langkah dalam menguji pengambilan keputusan tersebut, sebagai
berikut :
1. Mengenali nilai-nilai yang
saling bertentangan
2. Menentukan siapa yang
terlibat dalam situasi yang dihadapi
3. Kumpulkan
fakta-fakta yang relevan dengan situasi yang dihadapi
4. Pengujian benar atau salah
ØApakah ada aspek pelanggaran hukum dalam situasi
tersebut? (Uji Legal)
ØApakah ada pelanggaran peraturan / kode etik profesi
dalam kasus tersebut? (Uji Regulasi)
ØBerdasarkan perasaan / intuisi Anda, apakah ada yang
salah dengan situasi tersebut? (Uji Intuisi)
ØApa yang Anda rasakan bila keputusan Anda
dipublikasikan di halaman depan koran? Apakah Anda merasa nyaman? (Uji
Publikasi)
ØApa
keputusan yang akan diambil oleh panutan / idola Anda dalam situasi tersebut?
(Uji Panutan/Idola. 5. Pengujian Paradigma Benar lawan Benar 6. Melakukan
Prinsip Resolusi 7. Investigasi Opsi Trilema (Apakah ada sebuah penyelesaian
yang kreatif dan tidak terpikir sebelumnya untuk menyelesaikan masalah
tersebut) 8. Membuat Keputusan 9. Melihat kembali keputusan yang diambil dan
Refleksikan
Dan pada akhirnya, proses menuntun inilah yang dapat membantu siswa dalam pembelajaran yang memerdekakannya dalam mencapai keselamatan dan kebahagiaan belajar murid-murid saya di sekolah
Melalui penjelasan materi
pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran dalam program Guru
Penggerak ini sangat berpengaruh pada diri saya terutama dalam membantu saya
menuntun dan mengarahkan siswa untuk menuju kodratnya mencapai keselamtan dan
kebahagiaan belajar yang merdeka sehingga dalam mengambil suatu keputusan yang
bersifat positif dengan mengembangkan segala potensi yang dimilikinya, dimana
dalam keputusan yang diambilnya tersebut, siswa merasa aman dan nyaman dalam
situasi lingkungan yang kondusif.
Bagaimana seorang pemimpin
pembelajaran dalam mengambil keputusan dapat mempengaruhi kehidupan atau masa
depan murid-muridnya?
Melalui
nilai-nilai positif dalam pengambilan keputusan tersebut seorang pemimpin
pembelajaran dapat mempengaruhi kehidupan atau masa depan murid-muridnya ke
arah yang lebih baik khususnya dalam perkembangan untuk memerdekakannya sebagai
manusia yang berkarakter dan bertanggung jawab terhadap keputusan yang
diambilnya dengan pertimbangan nilai kebajikan dari keputusan yang diambilnya
kelak
Apakah
kesimpulan akhir yang dapat Anda tarik dari pembelajaran modul materi ini dan
keterkaitannya dengan modul-modul sebelumnya? Kesimpulan akhir mengenai keterkaitan
dari pembelajaran modul 3.1 “Pengambilan Keputusan sebagai Pemimpin
Pembelajaran” dengan modul-modul sebelumnya adalah merupakan suatu pembelajaran
yang saling memiliki keterikatan satu sama lainnya dalam mewujudkan
pembelajaran yang memerdekakan siswa, dengan mengacu pada profil pelajar
pancasila Melalui filosofi pemikiran Ki Hajar Dewantara dalam menuntun siswa,
hendaknya dilakukan dengan sistem among dimana pendidik menuntun segala
kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan
kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota
masyarakat. Di dalam menuntun tersebut, seorang pendidik harus mampu melihat
kebutuhan belajar dan mengelola kompetensi sosial emosional yang ada pada diri
siswa dalam mengambil sebuah keputusan sebagai pemimpin pembelajaran.Dalam
pengambilan keputusan tersebut, dengan coaching” model TIRTA” guru dan siswa
dapat melakukan kegiatan “coaching” yang dilandasi dengan dasar hubungan yang
erat dan saling percaya sehingga terjalin komunikasi yang baik antara coach dan
coachee dapat menemukan solusi dari masalh yang sedang dihadapi. Dan pada
akhirnya diharapkan para pendidik dalam mengambil keputusan sebagai pemimpin
pembelajaran tersebut dapat tercipta budaya positif di sekolah dan sekitarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar