Unordered List

SELAMAT DATANG DIBLOG KKG PAI KAB.MALANG''''SALAM BAHAGIA,DAMAI, SEJAHTERA LAHIR DAN BATHIN & SUKSES UNTUK SEMUA''''''SELAMAT BERKARYA MEMPERSIAPKAN GENERASI MASA DEPAN BANGSA YG UNGGUL DIMASANYA, BUKAN HANYA CERDAS OTAKNYA TETAPI CERDAS PULA HATI DAN PIKIRANNYA " Jika anda ingin mengetahui masa depan anda......., perhatikanlah apa yang sedang anda pikirkan & kerjakan sekarang. ......’Apapun yang anda kerjakan dengan sungguh-sungguh sekarang ini..........adalah pembentuk keberhasilan anda di masa depan, Maka bijaklah anda dalam memilih apa yang harus anda kerjakan sekarang.’’

Jumat, 01 Oktober 2021

KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 3.1

 



KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 3.1 GURU PENGGERAK

BAHRODIN, M.Pd.I

CGP 1O A KABUPATEN MALANG

 

Bagaimana pandangan Ki Hajar Dewantara dengan filosofi Pratap Triloka memiliki pengaruh terhadap bagaimana sebuah pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin pembelajaran diambil? 

Menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan pendidikan menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak agar mereka dapat mencapai keselamatan hidup dan kebahagiaan setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun anggota masyarakat sehingga pendidikan harus mengahamba pada anak dan memerdekan anak. Pratap Triloka adalah konsep pendidikan Indonesia yang lahir dari pemikiran Ki Hajar Dewantara. 

Pratap Triloka memiliki 3 unsur penting, yaitu:

(1) Ing Ngarso Sung Tulodho (di depan memberi teladan), 

(2) Ing Madyo Mangun Karso (di tengah membangun semangat, niat dan kemauan), 

(3) Tut Wuri Handayani (di belakang memberikan dorongan). 

Menurut pemikiran Ki Hajar Dewantara mengenai filosiofi Pratap Triloka, seorang pendidik yang baik hendaknya harus mengetahui bagaimana cara mengajar, memahami karakter peserta didik dan mengerti tujuan pengajaran. Sehingga anak memiliki pengetahuan baik secara intelektual maupun budi pekerti serta semangat membangun bangsa. Untuk itulah pengaruh Pratap Triloka tersebut menjadi pedoman penting bagi seorang pendidik untuk menjalankan nilai dan perannya dengan sistem “among” dalam mengambil sebuah keputusan sebagai pemimpin pembelajaran yang dapat menuntun tumbuhnya hidup anak secara lahir dan batin menurut kodratnya sendiri. Pendidikan yang ideal bagi anak adalah pendidikan yang membebaskan, tanpa paksaan, yang membawa anak agar memiliki jiwa merdeka. Berdasarkan hal tersebut, sebagai pemimpin pembelajaran, di dalam mengambil sebuah keputusan seorang guru harus selalu menyelaraskan dengan visi dan misi yang telah disusun dan disepakati bersama, agar apa yang diputuskan menjadi jelas dan terarah serta berpihak pada murid demi terwujudnya Merdeka Belajar.

Bagaimana nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita, berpengaruh kepada prinsip-prinsip yang kita ambil dalam pengambilan suatu keputusan? Dalam proses menuntun anak sebagai pendidik kita sebaiknya memberi kebebasan pada anak untuk menuntun dan mengarahkan mereka agar anak tidak kehilangan arah dan membahayakan dirinya.Nilai dan peran guru sebagai pamong sangat dibutuhkan untuk menuntun anak menemukan kemerdekaan. Dalam mengambil keputusan yang tepat dan bertanggung jawab, sebagai seorang pemimpin pembelajaran tentu kita pernah mengalami bujukan moral atau dilema etika baik saat mengambil sebuah keputusan ketika berhadapan pada kasus yang terjadi pada murid atau rekan sejawat kita di sekolah. Apa yang dimaksud bujukan moral dan apa dilema etika?

Ø Bujukan moral (benar vs salah) adalah suatu situasi yang terjadi situasi yang terjadi ketika seseorang harus membuat keputusan antara benar atau salah, dimana melakukan hal yang salah walaupun untuk alasan yang baik tetap saja salah.

Ø Dilema etika (benar vs benar) adalah suatu situasi yang terjadi ketika seseorang harus memilih antara dua pilihan dimana kedua pilihan secara moral benar tetapi bertentangan.

Bagaimana kegiatan terbimbing yang kita lakukan pada materi pengambilan keputusan berkaitan dengan kegiatan ‘coaching’ (bimbingan) yang diberikan pendamping atau fasilitator dalam perjalanan proses pembelajaran kita, terutama dalam pengujian pengambilan keputusan yang telah kita ambil. Apakah pengambilan keputusan tersebut telah efektif, masihkah ada pertanyaan-pertanyaan dalam diri kita atas pengambilan keputusan tersebut. Hal-hal ini tentunya bisa dibantu oleh sesi ‘coaching’ yang telah dibahas pada modul 2 sebelumnya.

Guru sebagai pemimpin pembelajaran hendaknya dapat memahami karakter belajar siswa dan mengetahui kondisi sosial emosional mereka di dalam pengambilan keputusan yang memerdekakan murid. Kegiatan “coaching”sangat berguna dalam menguji efektivitas dari pengambilan sebuah keputusan , dengan memberikan arahan dan tuntunan kepada siswa agar mereka dapat menyelesaikan sendiri persoalan yang mereka hadapi.

Pendekatan coaching dimana, sebagai seorang coach, guru memberi pertanyaan pemantik yang akan dijawab oleh siswa dengan mengidentifikasi apa yang paling dibutuhkan saat ini untuk menyelesaikan sendiri setiap persoalan yang dialaminya terutama yang merupakan dilema baginya. dan bagi siswa, sebagai seorang coachee dapat menyelesaikan permasalahannya dengan potensi yang dimilikinya melalui tuntunan dan arahan yang diberikan oleh guru sebagai coach. Melalui kegiatan coaching ini dapat terjalin komunikasi yang baik dan hubungan yang erat antara coach dan coachee. Hal ini dapat mendukung proses pembelajaran yang memerdekakan murid demi terwujudnya profil belajar Pancasila bagi siswa

Bagaimana pembahasan studi kasus yang fokus pada masalah moral atau etika kembali kepada nilai-nilai yang dianut seorang pendidik.

Di dalam pembahasan pengambilan keputusan tersebut, seorang pendidik diharapkan mampu menentukan situasi apakah dari persoalan yang sedang dihadapi apakah merupakan bujukan moral atau dilema etika. Nilai-nilai dari pengambilan keputusan tersebut didasari nilai – nilai kebajikan yang bertentangan seperti cinta dan kasih sayang .Sebagai pemimpin pembelajaran dalam menuntun siswa untuk mengembangkan potensi yang dimiliki dengan segala cara untuk mengambil suatu keputusan ke arah yang lebih baik. Keputusan yang diambil merupakan keputusan yang bertanggung jawab.

Bagaimana pengambilan keputusan yang tepat, tentunya berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman Pengambilan keputusan yang tepat tentunya akan berdampak positif, aman dan nyaman apabila kita dapat menyesuaikannya dengan situasi pada saat pengambilan keputusan tersebut apakah merupakan bujukan moral atau dilema etika. Jika keputusan yang diambil merupakan situasi bujukan moral, maka guru sebagai pemimpin pembelajaran tetap mengedepankan bahwa melakukan hal yang salah walaupun untuk alasan yang baik tetap saja salah. Namun jika keputusan tersebut merupakan situasi dilema etika maka sebagai pemimpin pembelajaran dapat mengedepankan nilai-nilai kebajikan dari dilema tersebut. Diharapkan dalam pengambilan keputusan tersebut guru sebagai pemimpin pembelajaran mampu menciptakan lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman baik di lingkungan sekolah maupun sekitarnya. Selanjutnya, apakah kesulitan-kesulitan di lingkungan Anda yang sulit dilaksanakan untuk menjalankan pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus dilema etika ini? Apakah ini kembali ke masalah perubahan paradigma di lingkungan Anda? Sebagai pemimpin pembelajaran dalam pengambilan suatu keputusan tentu kita tidak akan luput dari dilema etika dan bujukan moral. Hal tersebut dikarenakan kodrat kita sebagai mahluk sosial. Dilema etika merupakan kondisional, yaitu antara benar-benar memegang aturan demi suatu keadilan. Namun terkadang kita susah membedakan mana yang merupakan dilema etika dan bujukan moral, misalnya saja kasus berbohong yang sudah pasti merupakan tindakan salah, walaupun untuk alasan yang baik tetap saja hal tersebut merupakan kesalahan.

Di dalam situasi dilema etika, ada 4 (empat) paradigma yang perlu diperhatikan dalam mengambil suatu keputusan, yaitu :

1. Individu lawan masyarakat (individual vs community)

Dilema individu melawan masyarakat adalah bagaimana membuat pilihan antara apa yang benar untuk satu orang atau kelompok kecil, dan apa yang benar untuk yang lain, kelompok yang lebih besar. Individu disini tidak selalu berarti “satu orang”, melainkan dapat juga merupakan kelompok kecil yang dalam hubungannya dengan kelompok yang lebih besar

2. Rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy)

Dalam paradigma ini ada pilihan antara mengikuti aturan tertulis atau tidak mengikuti aturan sepenuhnya. Pilihan yang ada adalah memilih antara keadilan dan perlakuan yang sama bagi semua orang di satu sisi, dan membuat pengecualian karena kemurahan hati dan kasih sayang, di sisi lain. Kadang memang benar untuk memegang peraturan, tapi terkadang membuat pengecualian dengan rasa kasihan juga merupakan tindakan yang benar

3. Kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty)

Kejujuran dan kesetiaan seringkali menjadi nilai-nilai yang bertentangan dalam situasi dilema etika. Kadang kita perlu untuk membuat pilihan antara berlaku jujur dan berlaku setia (atau bertanggung jawab) kepada orang lain. Apakah kita akan jujur menyampaikan informasi berdasarkan fakta atau kita menjunjung nilai kesetiaan pada profesi, kelompok tertentu, atau komitmen yang telah dibuat sebelumnya

4. Jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs long term)

Paradigma ini paling sering terjadi dan mudah diamati. Kadang perlu untuk memilih antara yang kelihatannya terbaik untuk saat ini dan yang terbaik untuk masa yang akan datang. Paradigma ini bisa terjadi di level personal dan permasalahan sehari-hari, atau pada level yang lebih luas

Adapun terdapat 3 (tiga) prinsip yang mendasari dalam pengambilan keputusan tersebut, yaitu :

1. Berpikir Berbasis Hasil Akhir (End-Based Thinking)

Prinsip berpikir berbasis hasil akhir ini senantiasa mengukur atau menguji konsekuensi dari suatu keputusan dengan memperkirakan hasil yang akan diharapkan yang bisa memberikan kebahagiaan terbaik untuk orang terbanyak. Prinsip moral berpatokan pada kepentingan institusi dan bukan pada kepentingan individu.

2. Berpikir Berbasis Peraturan (Rule Based Thinking)

Prinsip berpikir berbasis peraturan ini tidak berpusat pada konsekuensi atau hasil akhir namun berpatokan kepada apa yang menjadi tugas dan kewajiban yang harus dilakukan.

3. Berpikir Rasa Peduli (Care Based Thinking)

Prinsip berpikir rasa peduli ini banyak melibatkan empati seseorang terhadap pihak lain.

Selain itu, terdapat 9 (sembilan) langkah dalam menguji pengambilan keputusan tersebut, sebagai berikut :

1. Mengenali nilai-nilai yang saling bertentangan

2. Menentukan siapa yang terlibat dalam situasi yang dihadapi

3. Kumpulkan fakta-fakta yang relevan dengan situasi yang dihadapi

4. Pengujian benar atau salah

ØApakah ada aspek pelanggaran hukum dalam situasi tersebut? (Uji Legal)

ØApakah ada pelanggaran peraturan / kode etik profesi dalam kasus tersebut? (Uji Regulasi)

ØBerdasarkan perasaan / intuisi Anda, apakah ada yang salah dengan situasi tersebut? (Uji Intuisi)

ØApa yang Anda rasakan bila keputusan Anda dipublikasikan di halaman depan koran? Apakah Anda merasa nyaman? (Uji Publikasi)

ØApa keputusan yang akan diambil oleh panutan / idola Anda dalam situasi tersebut? (Uji Panutan/Idola. 5. Pengujian Paradigma Benar lawan Benar 6. Melakukan Prinsip Resolusi 7. Investigasi Opsi Trilema (Apakah ada sebuah penyelesaian yang kreatif dan tidak terpikir sebelumnya untuk menyelesaikan masalah tersebut) 8. Membuat Keputusan 9. Melihat kembali keputusan yang diambil dan Refleksikan

Dan pada akhirnya, proses menuntun inilah yang dapat membantu siswa dalam pembelajaran yang memerdekakannya dalam mencapai keselamatan dan kebahagiaan belajar murid-murid saya di sekolah

Melalui penjelasan materi pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran dalam program Guru Penggerak ini sangat berpengaruh pada diri saya terutama dalam membantu saya menuntun dan mengarahkan siswa untuk menuju kodratnya mencapai keselamtan dan kebahagiaan belajar yang merdeka sehingga dalam mengambil suatu keputusan yang bersifat positif dengan mengembangkan segala potensi yang dimilikinya, dimana dalam keputusan yang diambilnya tersebut, siswa merasa aman dan nyaman dalam situasi lingkungan yang kondusif.

Bagaimana seorang pemimpin pembelajaran dalam mengambil keputusan dapat mempengaruhi kehidupan atau masa depan murid-muridnya?

Melalui nilai-nilai positif dalam pengambilan keputusan tersebut seorang pemimpin pembelajaran dapat mempengaruhi kehidupan atau masa depan murid-muridnya ke arah yang lebih baik khususnya dalam perkembangan untuk memerdekakannya sebagai manusia yang berkarakter dan bertanggung jawab terhadap keputusan yang diambilnya dengan pertimbangan nilai kebajikan dari keputusan yang diambilnya kelak

Apakah kesimpulan akhir yang dapat Anda tarik dari pembelajaran modul materi ini dan keterkaitannya dengan modul-modul sebelumnya? Kesimpulan akhir mengenai keterkaitan dari pembelajaran modul 3.1 “Pengambilan Keputusan sebagai Pemimpin Pembelajaran” dengan modul-modul sebelumnya adalah merupakan suatu pembelajaran yang saling memiliki keterikatan satu sama lainnya dalam mewujudkan pembelajaran yang memerdekakan siswa, dengan mengacu pada profil pelajar pancasila Melalui filosofi pemikiran Ki Hajar Dewantara dalam menuntun siswa, hendaknya dilakukan dengan sistem among dimana pendidik menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Di dalam menuntun tersebut, seorang pendidik harus mampu melihat kebutuhan belajar dan mengelola kompetensi sosial emosional yang ada pada diri siswa dalam mengambil sebuah keputusan sebagai pemimpin pembelajaran.Dalam pengambilan keputusan tersebut, dengan coaching” model TIRTA” guru dan siswa dapat melakukan kegiatan “coaching” yang dilandasi dengan dasar hubungan yang erat dan saling percaya sehingga terjalin komunikasi yang baik antara coach dan coachee dapat menemukan solusi dari masalh yang sedang dihadapi. Dan pada akhirnya diharapkan para pendidik dalam mengambil keputusan sebagai pemimpin pembelajaran tersebut dapat tercipta budaya positif di sekolah dan sekitarnya.

 

Tidak ada komentar: